Oleh
: . FADILA NURUN NAFI’AH
Suasana teriknya siang
beradu dengan siulan burung – burung kecil yang tengah berteduh didahan pohon.
Sebuah anugerah terindah dari Tuhan, ketika orang – orang penting berlari kecil
di kantor mereka tanpa sesusahan karena hujan. Juga bari para tanaman, proses
normal mereka yaitu fotosintesis dapat dilakukan dengan baik.
Tak jauh dari seberang jalan raya,
tepat di sebuah rumah sederhana berwarna ungu dan biru tua, dengan pekarangan
bunga yang cukup luas untuk bermain – main, dengan kolam ikan di sudutnya. Terdapat
sebuah pensil dan sebuah bolpoint hitam.
Mereka
adalah benda yang biasa dipakai oleh manusia, dan dianggap benda mati. Siang
itu, kedua benda tersebut tengah ditelakkan di atas meja beranda rumah. Tanpa
sepengetahuan manusia, mereka bisa bercakap – cakap layaknya manusia.
Sebatang pensil itu memandangi
bolpont di sebelahnya. Dia memutar – mutar tubuhnya kesana kemari untuk mencari
perhatian, namun tampaknya bolpoint itu diam saja. Pensil tidak tinggal diam,
dia mendekati bolpoint itu, kemudian menyapanya.
“Hay, aku Pupu Pensil. Siapa
namamu?” Tanya Pupu si Pensil membuka pembicaraan. Dia terus memperhatikan
bolpoint itu. Suasana tiba – tiba menjadi sepi, Pupu melihat ke arah sekitar,
berjaga – jaga bila manusia datang.
Setelah menunggu sedikit lama,
bolpoint itu tetap tidak menjawab. Pupu si Pensil menggulingkan badannya, dia
mendekatkan tubuhnya sekali lagi.
“Permisi?”
Pupu si pensil kembali menggulingkan
tubuhnya hingga menyentuh tubuh bolpoint. Terdengar tekukan tubuh Pupu dan
bolpoint itu. Sontak saja, bolpoint itu terkejut dan sedikit terguling.
“Ohh!!” Bolpoint itu tampak
terkejut. “Ada apa? Ada apa?” dia tampak tergagap.
“Maaf, bolpoint. Aku tidak tahu jika
kau sedang tidur” ucap Pupu si Pensil menyesal.
“Tidak apa – apa” jawab bolpoint
ramah, memasang sebuah senyum manis dibibirnya untuk Pupu.
“Aku Pupu Pensil. Siapa namamu?”
Pupu si Pensil kembali memperkenalkan diri
“Hay, Pupu. Aku Boli Bolpoint” Boli
si Bolpoint tersenyum manis ke arah Pupu
“Aku tidak pernah melihatmu
sebelumnya. Darimana kamu berasal?”
“Hahaha…” Boli tertawa cukup keras,
“Aku baru saja dibeli dari toko disebelah sana” matanya menunjukkan arah
seberang jalan.
“Wah, kau barang baru” wajah Pupu
terlihat senang, matanya berbinar – binary. Di dalam hatinya, dia benar – benar
merasa senang karena mendapatkan seorang teman baru.
Pupu dan Boli saling
menggelindingkan tubuhnya gembira. Mereka saling tertawa riang. Tawa mereka
terhenti ketika angin yang cukup keras membuka paksa lembar buku di samping
mereka. Sebuah buku berwarna merah muda bersampul gambar bunga tidak begitu
menarik karena sudah lusuh, terlalu sering dipakai untuk menulis.
Pupu memandang ke arah buku, dia
ragu untuk mulai bercerita. “Tuanku baru saja menggunakanku untuk mengerjakan
tugas sekolahnya.” Pupu berkata pelan, dia berusaha meyakinkan dirinya bahwa
dia tidak salah berkata.
Boli memandang ke arah Pupu tanpa
berkata apa – apa. Senyumnya masih saja sempat menghiasi wajahnya.
“Dia bilang, menggunakanku lebih
mudah. Karena mudah dihapus” lanjut Pupu
Boli diam saja, matanya menatap
lekat – lekat ke arah tubuh Pupu. Kemudian dia menggulingkan tubuhnya mendekati
sebuah kertas. Kertas berwarna putih, terlipat di pojok meja.
“Tuanku baru saja menggunakanku
untuk menulis surat, dia bilang menggunakanku lebih mudah, karena hasil
tulisannya bagus dan awet” kini Boli terlihat sedikit murung, tidak ada yang
tahu apa yang dia rasakan. Namun, tidak lama senyumnya kembali mengembang.
“Itulah aku. Hahaha..”
Pupu terdiam sejenak, dia memandangi
tubuh Boli. “Hebat” katanya singkat.
“Kita mempunyai tugas yang hampir
sama. Namun, diantara kita siapa yang paling berguna?” Tanya Boli sambil
menundukkan kepala
“Aku tidak tahu. Mari kita cari
tahu” sahut Pupu bersemangat.
Tanpa mereka ketahui, Billy burung
hantu yang tengah bertengger di dahan pohon dekat mereka mendengarkan
percakapan mereka. Dia tersenyum tapi berkata apa – apa.
Boli dan Pupu terdiam, mereka
menatap langit secara bersamaan. Secara bersamaan mereka menutup mata pelan –
pelan, berusaha menikmati desiran angin yang kala itu tidak terlalu pelit untuk
memberikan kesejukan bagi makhluk bumi. Dudaunan di pohon saling memberikan
irama, sahut menyahut membentuk sebuah shymponi alam.
Diantara
lembutnya hembusan angin seekor burung Pipit terbang mendekati mereka. Burung
itu terbang pelan dan sangat pelan.
“Hallo, namaku Lili Pipit. Bolehkah
aku bermain dengan kalian?” sapa Lili si burung pipit
“Tentu saja Lili, silahkan
bergabung. Aku Pupu” Jawab Pupu ramah
“Aku Boli” Boli menyahut “Kau punya
sayap yang indah, kau pasti bisa terbang kemanapun kau suka” Boli memuji Lili.
Lili tersenyum sambil memandangi sayapnya.
“Ohh ini, seluruh keluargaku
memiliki sayap. Kami bisa terbang mencari makan kemanapun kami suka.” Lili
tersenyum sambil membuka kedua sayapnya lebar – lebar.
Boli menatap Pupu sambil memberikan
isyarat.
“Lili, menurutmu siapakah diantara
kami yang paling berguna?” Pupu bertanya pada Lili. Lili diam, matanya tampak
kebingungan. Dia manggaruk kepalanya, dia sedang mencoba untuk berpikir.
“Pupu lebih berguna daripada Boli.
Pupu sering digunakan untuk menggambar diriku di kanvas. Hasilnya bagus” kata
Lili hati – hati. Dia takut menyinggung perasaan teman – teman barunya.
Pupu terdiam, tapi didalam hatinya
dia tersenyum puas. Boli menganggukkan kepala, dia merasa sedikit setuju dengan
pendapat Lili.
“Baiklah, aku akan pergi. Aku tidak
ingin orang tuaku mencariku lagi. Sampai jumpa teman – teman” Lili terbang
menjauh, meninggalkan dua sahabat yang masih terdiam.
Angin kembali berhembus. Cahaya matahari
perlahan – lahan semakin menghilang. Burung – burungpun terbang cepat kembali
ke sarang mereka. Dedaunan bergerak lembut menyambut burung – burung yang
tinggal di dahannya. Orang lalu lalang dengan cepatnya, mereka ingin segera
pulang ke rumah agar bisa bertemu dengan keluarganya. Suasana sore yang khas
memberikan kenikmatan tersendiri. Ketika lampu – lapu mulai dihidupkan,
terlihat titik – titik kecil menghiasi berbagai sudut kota.
Seorang anak perempuan berambut
hitam keluar dari rumahnya, dia memungut Pupu dan Boli. Kemudian dia menaruh
Pupu dan Boli diatas meja belajarnya, dia pun beranjak pergi untuk mekan malam.
“Mungkin yang dikatakan Lili itu
benar” gumam Pupu dalam hati. Dia hanya menggulingkan tubuhnya pelan mengikuti
irama hatinya. Boli memperhatikan tingkah Pupu, dia bersiul lembut. Tiba –
tiba, sebuah penggaris mendatangi mereka.
“Boli!” penggaris itu mengejutkan
Pupu dan Boli. Boli cepat – cepat menengok ke arah datangnya suara.
“Hallo, Lery.” Sapa Boli gembira
“Bagaimana kabarmu Boli? Sudah lama
kita tidak bertemu sejak aku dibeli. Sekarang kita mempunyai satu pemilik yang
sama. Hahaha…” Lery si penggaris tertawa senang.
Pupu mendengar percakapan Boli dan
Lery, dia menggulingkan badannya mendekati mereka berdua.
“Lery, Boli, apa yang kalian
bicarakan?”
“Dulu aku dan Lery berada di toko
yang sama, sekarang kami mempunyai pemilik yang sama” Boli tersenyum senang
sekali. Pupu ikut tertawa senang.
Lery menceritakan pengalamannya
ketika keluar dari toko. Dia pernah dipatahkan oleh teman pemiliknya yang usil.
Namun, pemiliknya dapat menyambungkan tubuhnya kembali seperti semua. Lery juga
berceritanya banyak tentang pengalamannya di sekolah, bagaimana tubuhnya
digunakan untuk mengukur dan membuat garis, sesekali dia tertawa karena saat tubuhnya
digunakan dia merasa geli.
Pupu dan Boli ikut tetawa mendengar
cerita menarik milik Lery. Mereka bertiga bergantian berceria, semua terlihat
sangat gembira.
“Begitulah ceritaku” tutup Boli,
“Jadi, menurutmu siapakan diantara kami yang paling berguna?” Boli mengeluarkan
pertanyaan yang dari tadi sudah dia simpan.
Lery lama tidak menjawab, dia
terlihat kebingungan. Matanya kadang menatap Pupu, kemudian menoleh ke arah
Boli.
“Boli lebih berguna. Dia sering
digunakan untuk menanda tangani dokumen dokumen penting karena dia awet” jawab
Lery sambil menunjuk ke arah Boli.
Pupu terdiam memandang Boli yang
tengah tersenyum. Lery masih terlihat bingung, sesekali dia tertawa kecil dan
tidak ada yang tahu apa yang Lery rasakan. Dia tidak ingin menyakiti kerasaan
kedua sahabatnya.
“Untuk apa kau bertanya seperti itu,
Boli?” Tanya Lery pelan, dia berjalan pelan menjauhi kedua sahabat barunya,
memasang muka penting seperti para pejabat tinggi.
“Kami ingin mencari tahu, siapa
diantara kami yang paling berguna.” Pupu lebih cepat menjawab, dan nadanya
sedikit lebih ketus.
“Ya, kami mencari tahu, siapa yang
paling berguna diantara kami” Boli menjelaskan. Lery tertawa keras sambil
merangkul Boli.
Pupu merasa diremehkan, dia
menggulingkan badannya menjauh sejauh mungkin dari Lery dan Boli.
“Akulah yang paling berguna. Bukan
Boli!” katanya kesal.
Pupu berguling dan terus berguling.
Tanpa sadar, Pupu menggulingkan tubuhnya terlalu jauh sehingga dia terjatuh
dari atas meja belajar. Dia tergelinding sampai ke kolong tempat tidur. Pupu
panik, dia takut kegelapan.
“Tolong!
Tolong!” dia berteriak sekeras mungkin agar ada yang mendengarnya. Namun, semua
percuma. Jarak dirinya dengan Boli sangatlah jauh. Pupu hanya menangis.
Pagi harinya, Pupu belum juga
diambil oleh pemiliknya. Pupu mencoba menggelindingan tubuhnya keluar dari
bawah tempat tidur, namun semua itu sia – sia. Pupu merasa sangat sedih. Tampak
pemiliknya memaksukkan Boli dan Lery kedalam tempat pensil tanpa menghiraukan
Pupu.
Pupu menunggu lama sekali. Tidak ada
yang mengambilnya. Pupu kembali menangis, “Seandainya aku tidak merasa sakit
hati, mungkin aku tidak akan pergi dari Boli dan tidak akan terjatuh di bawah
tempat tidur ini.. huhuhu” Pupu menangis sesenggukan. Hingga akhirnya..
“Srek .. srek .. srek..” terdengar
suara sapu di atas lantai. Rupanya, itu ibu dari pemilik Pupu sedang menyapu.
Dan .. “Buukk” Pupu tersapu dan tergelinding keluar dari bawah temat tidur.
“Astaga, Nina lupa tidak membawa
pensilnya. Padahal hari ini dia sedang ulangan” kata ibu pemiliknya sedih
kemudian menaruh Pupu diatas meja belajar.
Pupu sangat menyesal, dia menyesal
karena tanpa dirinya pemiliknya tidak bisa mengerjakan ulangan. Tapi pupu
kembali berpikir, bukankah pemiliknya telah membawa Boli, pasti dia akan
menggunakan Boli. Pupu diam dan hatinya masih merasa dongkol. Dilihanya jam
dinding, beberapa jam lagi pemeliknya akan segera pulang.
Siang harinya, suara pintu terbuka
terengar sangat keras. Pupu yang tengah tertidur, terkejut dan terbangun.
Terdengar isak tangis didalam kamar, rupanya itu suara tangisan pemiliknya.
“Nina, ada apa ? kenapa kamu menangis?”
Suara lembut dari ibu pemiliknya membuat Pupu makin terkejut.
“Nilai ulanganku jelek, Bu. Gara –
gara aku lupa membawa pensil”
“Bukankah kamu sudah membawa
bolpoint?”
“Iya, tapi bolpoint itu digunakan
untuk menebalkan tulisan. Saat mengerjakan di lembar jawab, bu guru menyuruh
murid – murid untuk menggunakan pensil terlebih dahulu, kemudian bila sudah
mantap, dikoreksi kembali menggunakan bolpoint” suara tangis pemiliknya semakin
keras. “Tadi, aku langsung menggunakan bolpoint sehingga jawabanku lupa belum
aku koreksi lagi”
Pupu terpaku, dia merasa sangat
menyesal. Gara – gara ulahnya, pemiliknya jadi bersedih. Padahal dengan baik
hati pemiliknya sudah merawat dan menjaga dirinya dengan baik.
Beberapa hari kemudian, Pupu
berpisah dengan Boli. Entah apa yang membuat mereka selalu ada di tempat
terpisah. Pupu semakin merasa kesepian, dia rindu kepada temannya Boli.
Hingga disuatu siang, Pupu
diletakkan di meja beranda rumah, pemiliknya baru saja menggunakan dirinya
untuk mengambar. Cuaca hari itu tampak bersahabat, tidak terlalu panas dan
tidak terlalu dingin, sehingga siapaun mau bermain di luar rumah. Ketika
pemiliknya pergi untuk bermain, Pupu membuka mata. Dia mengguling – gulingkan
tubuhnya pelan dan hati – hati agar tidak terjatuh.
Tak lama kemudian, pemliknya datang
lagi dan menaruh Boli dan Lery disebelah Pupu. Pupu begitu senang, dia
tersenyum dan mengetuk – ketukkan tubuhnya ke tubuh Boli. Boli terkejut dan
menggulingkan tubuhnya memeluk Pupu.
“Ohh…Pupu. Aku sangat merindukanmu.
Sudah lama kita tidak bertemu” Boli terharu melihat Pupu. Dia memeluk Pupu erat
– erat, seakan dia tidak mau melepaskan Pupu.
“Maafkan aku, Boli” sesal Pupu
“Ahh tidak apa – apa. Kau tahu?
Pemilik kita sangat sedih karena kamu tidak ada” Boli menatap Pupu lekat, dia
berharap Pupu juga turut merasakan kesedihannya.
“Tapi, sebenarnya aku iri padamu.”
Pupu terdiam sesaat, “Lery pernah mengatakan bahwa kau lebih berguna daripada
aku” Pupu menangis sesenggukan.
Boli
terlihat bingung, Lery mendengarkan pembicaraan Pupu dan Boli, dia menatap ke
arah Pupu menyesal.
“Maafkan
aku, Pupu. Aku tidk bermaksud menyinggu perasaanmu” Lery mendekati Pupu.
Billy si Burung Hantu yang dari tadi
memerhatikan mereka, terbang rendah dan bertengger di dahan paling bawah. Dia
tersenyum dan mernyanyi lembut.
“Hem.. Hem… Hem…” Billy melirik Pupu
“Nak, kenapa kau menangis?”
Pupu terkejut, suaranya serak karena
dia masih menangis. Pupu menoleh pelan ke arah Billy, diikuti Boli dan Lery.
“Hay, Pupu..Hay.. Boli” Lili burung
pipit datang, dia menghampiri Pupu yang tengah menangis. “Kenapa kamu menangis,
Pupu?”
Boli dengan ibapun angkat bicara,
dia menceritakan tentang kejadian yang menimpa Pupu. Billy dan Lili mengangguk
paham.
Billy yang pertama kali tertawa,
tawanya cukup keras dan menggelikan. Boli yang baru saja selesai menceritakan
kejadian Pupu segera tertawa, Lery dan Lili juga tampak tertawa kecil.
“Nak, kita sebagai makhluk Tuhan
diciptakan untuk bersama. Tidak ada diantara kita yang paling hebat ataupun
paling berguna. Kita hidup di dunia harus saling tolong menolong” ujar Billy.
Pupu berhenti menangis. Dia mengusap
air matanya dan memandang Billy.
“Kalian semua berguna untuk pemilik
kalian.” Lanjut Billy
“Tapi, kami hanya ingin mencari tahu
siapa yang paling berguna” Pupu menjawab, dia kembali meyakinkan Billy
“Setiap orang mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Kita hidup bersama untuk saling melengkapi kekurangan satu sama
lain. Begitu pula persahabatan, kalian harus pandai memanfaatkan kelebihan
kalian untuk menutupi kekurangan orang lain” jelas Billy bijaksana
“Aku setuju dengan Billy” Lili
dengan semangat membuka sayapnya lebar – lebar dan terbang mengitari Pupu dan
Boli.
Pupu tersenyum puas. Dia memeluk
Boli erat – erat sehingga Boli meronta – ronta untuk melepaskan diri. Dia
berterima kasih pada Billy dan seluruh teman – temannya.
Suasana siang itu semakin indah
dengan dihiasi tawa dari anak – anak yang tengah bermain di luar rumah, burung
– burungpun bernyanyi gembira.
“Ahh memang benar. Tidak ada yang
lebih indah selain PERSAHABATAN” Gumam Pupu dalam hati.