Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 8 Tamat

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 8 Tamat

“ Dear Dairy, hari ini kak ketemu sama ayah. Yang sudah lama menggilang semenjak ayah mendorong ibu ke minyak panas. Ayah memang sudah berubah. Mungkin ini sekarang menjadi cobaan bagi ayah. Yang semasa ibu hidup, ayah sering sekali meminta uang ibu. Dan ini mendapat ganjaran yang setimpa, biar ayah tau dan rasakan, kalau mencari uang itu susah, dan uang itu dimanfaatkan yang semestinya. Bukan untuk berbuat yang membuat hati kita senang aja. Tapi aku juga kasian melihat ayah menjadi pengemis, yang meminta kesana kemari. Biarlah, biar ayah bisa merasakan susahnya hidup, susahnya mencari makan untuk kebutuhan sehari-hari.”
                                                            TAMAT
Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 7

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 7

Tak terasa, Dewi dan Nino sudah beranjak dewasa, Pak Ahmad dan istrinya senang, melihat mereka menjadi anak yang berbakti dan berprestasi.
Keesokan hairnya, ada seorang pengemis tua yang mendatangi rumah mereka. Kebetulan pada saat itu, Dewi sedang menyapu halaman depan rumahnya. Pengenis itu menghampiri Dewi dari belakang tubuhnya dan berkata “ Non, kasian non. Saya belum makan, saya lapar...”
Dewipun langsung berbaring dan tetes air mata tiba-tiba membasai pipinya. Dewi seakan tidak percaya dengan kejadian itu. Orang yang paling ia benci, kini kembali berhadapan langsung dengan dirinya.
“ Ayah...” suara lemah Dewi memanggil pengenis itu dengan sebutan ayah. Sebutan yang sudah lama tak diucapkan Dewi kepada ayah kandungnya.
“Dew,... Dewi, maafkan ayah, Dewi..” sera pengemis itu kepada Dewi. Ternyata, pengemis yang menghampiri Dewi adalah Pak Tegar, ayah kandung Dewi dan Nino. Yang sudah lama kabur ketika ayahnya mendorong ibu mereka hingga terkena tumpahan minyak panas, yang membuat ibu mereka meninggal.
Dewi terdiam melihat ayahnya meminta maaf, hati yang sudah terobati dengan kasih sayang yang besar oleh keluarga Pak Ahmad, seketika itu juga hancur dan mengingatkan tentang kejadian yang sudah dilakukan ayah kandungnya kepada Dewi. Seketika itu juga, Dewi lari menuju rumah dan menutup pintu keras-keras.
“ Dewi.... maafkan ayah. Ayah sudah bersalah..” teriakan keras Pak Tegar yang melihat anak semata wayangnya, kabur meninggalkan dirinya sendiri.
“ Sudahlah, mungkin kesalahanku  sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Aku datang setelah bertahun-tahun menghilang, aku yang membuat mereka benci aku, mungkin ini balasan dari Tuhan yang telah kulakukan kepada istri dan anak-anakku.”
Sementara itu, Dewi terus menangis, dan tangisan itu membuat Nino menjadi penasaran, dan mencoba untuk bertanya. “ kakak tidak papa, kakak hanya teringat pada ibu. Kakak rindu sama ibu, sudah bertahun-tahun kita tidak kemakam ibu.” Dewi seakan menutupi kejadian itu dengan mengalihkan pembicaraan.
“ Ooo itu, besok kita kemakam ibu aja kak, kan besok hari minggu. Sekalian kita ajak papa dan mama.?”
“ Ada apa, kok ribut gini. Sampai papa denger keributan dari kalian.” sela Pak Ahmad.
“ Besok kita kemakan ibu ya pa, ma?” ajak Dewi dan Nino.
“ iya, mama dan papa besok gak sibuk. Jadi kita bisa bareng-bareng kemakam ibu.” jawab istri Pak Ahmad.

Dewi tidak menceritakan kejadian yang sebenarnya mengapa ia menangis. Tapi Dewi senang, mepunyai orang tua yang sayang dan perhatian sama Dewi dan adiknya. 
Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 6

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 6

Seminggu semenjak kepergian Ibu Siti, hari-hari Dewi dan Nino terasa hampa. Mereka masih memikirkan ibunya, masih banyak kenangan tentang ibu didalam benak mereka yang tak bisa hilang begitu saja. Karena didalam rumah itu, mereka sering bercanda tawa dan melakukan segala aktifitas bersama, seperti menyiapkan dagangan nasi uduk milik Ibu. Hari yang biasanya dilakukan bersama ibu, kini hanya bisa dilakukan bersama kenangan yang menyakikan. Hidup ini bagaikan mimpi yang sangat buruk dan tak pernah ada ujungnya.
Tiba-tiba Pak Ahmad dan istrinya datang kerumah Dewi dan Nino, mereka ingin supaya Dewi dan Nino tinggal bersama mereka. Mereka kasihan melihat Dewi dan Nino tinggal sendirian tanpa ada orang dewasa yang melindungi mereka. Mereka juga menawarkan pendidikan yang layak, seperti yang diketahui, Dewi putus sekolah gara-gara ia ingin membantu ekomoni keluarganya, sedangkan Nino masih sekolah. Dewi tidak ingin melihat adik kandungnya, bernasip sama dengan dirinya.
“ Jadi gimana, kalian maukan tinggal bersama ibu.?”
“ Iya, kalian sudah kami anggap seperti anak kandung kami sendiri.”
Pak Ahmad dan istrinya ingin menjadikan mereka sebagai anak kandungnya, walaupun mereka tidak lahir dari rahim istri Pak Ahmad, tapi mereka sudah menganggam Dewi dan Nino sebagai anak kandung mereka.
Dengan malu-malu, Dewi dan Nino menerima tawaran dari Pak Ahmad dan istrinya. mereka kemudian bersiap-siap untuk pergi kerumah barunya dan bersama keluarga baru yang sangat menyayangi mereka.

Hari demi hari mereka jalani dengan gembira dan penuh dengan kasih sayang. Walaupun mereka bahagia, tapi mereka masih menyimpan rasa trauma yang sangat mendalam tentang kejadian yang menimpa mereka. Mereka sadar, bahwa kejadian itu hanyalah cobaan dari Tuhan. Tapi, cobaan yang menimpa mereka amatlah sangat berat, dan juga kejadian itu yang membuat ibu mereka meninggal.
Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 5

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 5

Tok... tok... tok... terdengar suara ketukan pintu dari dalam rumah Pak Ahmad. Selang beberapa menit, Pak Ahmad membukakan pintu.
“ Kamu dewi, ada apa.?” sapa Pak Ahmad.
” Anu pak, anu...” jawab Dewi dengan nafas terbata-bata.
“ Apa, jangan tergesa-gesa gitu. Cerita sama bapak, bapak siap membantu.” sera Pak Ahmad dengan bijak.
“ Ibu pak, ibu saya jatuh dan ketumpahan minyak panas pak” jawab Dewi sambil menghapus air mata yang keluar dari matanya.
Masya`allah, ma... mama...!!” teriak Pak Ahmad.
” Ada apa to pak, kok teriak-teriak.” sahut istri Pak Ahmad.
“ Ini, ibunya Dewi ketumpahan minyak panas, jadi bapak mau kerumah Bu Siti untuk nolongin dia” jawab Pak Ahmad yang ikut-ikutan panik.” Masya`allah, yang bener pak. Kalau begitu ibu ikut”
Mereka langsung pergi untuk menolong Bu Siti, ibunda Dewi. Ketika dalam perjalanan, Pak Ahmad dan istrinya mencoba untuk bertanya bagaimana kejadiannya. Dewipun menceritakan semua kejadian yang telah meninpanya selama ini. Dewi juga menceritakan tentang jahatnya Pak Tegar, ayah Dewi, yang selalu menganiyaya dan tidak pernah menyayangi keluarganya, dan ia malah asyik dengan kesenangan sendiri bersama dengan teman-temannya.
Melihat kejadian itu, Pak Ahmad dan istrinya merasa kasihan dengan keluarga Bu Siti. Maklumlah, sejak pernikahan mereka sampai saat ini, Pak Ahmad dan istrinya belum juga dikaruniai buah hati. Padahal mereka ingin mempunyai anak. Sedangkan yang dikaruniai anak, malah diperlakukan seperti ini.
“ Sudahlah... jangan menangis...” sera istri Pak Ahmad kepada Dewi. Yang merasa kasihan, sejak perjalanan menuju rumah Pak Ahmad sampai perjalanan pulang, Dewi tidak bisa berhenti dari menangisnya. Air mata yang keluar dan membanjiri pipinya ini tidak seperih apa yang dirasakan ibunya saat ini.
            Akhirnya perjalanan yang lumayan jauh dari kediaman Pak Ahmad. Tiba juga dirumah Bu Siti.
            “ Masya’allah....!!!” terkejutlah pasangan suami istri ini. Yang melihat Bu Siti terbaring lemah dilantai dapur, dan disampingnya terdapat Nino, adik Dewi, yang menangis ketakutan.
            “ Pak, sebaiknya Bu Siti sekarang dibawa ke Rumah Sakit...?!” sahut istri Pak Ahmad.
            Dewi, Nino, Pak Ahmad dan Istrinya, lalu membawa Bu Siti ke Rumah Sakit.
            Tak terasa, sudah berjam-jam Bu Siti diperiksa, dan belum ada dokter yang memberitahukan tentang keadaannya.
            Akhirnya yang dinantipun tiba, dokter keluar dan memberitahukan tentang keadaan Bu Siti.
            “ Maaf, Ibu Siti tidak bisa kami selamatkan. Keadaan Bu Siti yang terkena minyak panas membuat dia menjadi lemah. Denyut nadinya juga ikut-ikutan lemah. Sekali lagi anda sekeluarga yang sabar. “
            “ Maksut dokter apa..?!.” tanya Dewi.
            “ Ibu Siti telah meninggal.”
            “ innalilahi wa innailaihi rojiun.”
            Dewi dan Nino seakan tidak percaya dengan kata-kata dari dokter. Mereka sangat sedih, orang yang paling mereka sayang dan selalu menjaga mereka dari tindakan biadap ayahnya, kini sudah terbaring kaku tak berdaya. Mereka sangat terpuruk dengan keadaan yang menimpa mereka sekarang.
            “ Kak, mengapa ibu tinggaalkan kita kak. Aku gak mau kilangan ibu..?!”
            “ Udah jangan bersedih, bapak dan ibu akan menjaga kalian. Kalian jangan menangis terus, nanti ibu kamu tidak tenang dialam sana. Hapus air mata kalian, jika kalian memang sayang pada ibu, doakan ibu kalian supaya tenang disana.” sera Pak Ahmad kepada Dewi dan Nino.
            Jenazah Ibu Siti dibawa pulang dan akan disemayamkan di tempat pemakaman desa. Walau pak Ahmad sudah menasehati Dewi dan Nino, tapi mereka tetap bersedih. Air mata masih membanjiri pipi mereka.

Mereka kini tinggal berdua saja, tidak ada yang melindungi mereka. Orang yang paling mereka sayang sudah tiada. Walaupun mereka masih mempunyai ayah, tapi mereka sudah menganggap, bahwa ayah mereka sudah mati. Mereka sangat membenci ayahnya yang sudah membunuh ibu mereka dan malah asyik kabur tanpa memikirkan keadaan kami disini. “ Buat apa punya ayah, kalau hanya bisa membuat sakit hati.” dalam hati Nino.
Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 5

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 5

Tok... tok... tok... terdengar suara ketukan pintu dari dalam rumah Pak Ahmad. Selang beberapa menit, Pak Ahmad membukakan pintu.
“ Kamu dewi, ada apa.?” sapa Pak Ahmad.
” Anu pak, anu...” jawab Dewi dengan nafas terbata-bata.
“ Apa, jangan tergesa-gesa gitu. Cerita sama bapak, bapak siap membantu.” sera Pak Ahmad dengan bijak.
“ Ibu pak, ibu saya jatuh dan ketumpahan minyak panas pak” jawab Dewi sambil menghapus air mata yang keluar dari matanya.
Masya`allah, ma... mama...!!” teriak Pak Ahmad.
” Ada apa to pak, kok teriak-teriak.” sahut istri Pak Ahmad.
“ Ini, ibunya Dewi ketumpahan minyak panas, jadi bapak mau kerumah Bu Siti untuk nolongin dia” jawab Pak Ahmad yang ikut-ikutan panik.” Masya`allah, yang bener pak. Kalau begitu ibu ikut”
Mereka langsung pergi untuk menolong Bu Siti, ibunda Dewi. Ketika dalam perjalanan, Pak Ahmad dan istrinya mencoba untuk bertanya bagaimana kejadiannya. Dewipun menceritakan semua kejadian yang telah meninpanya selama ini. Dewi juga menceritakan tentang jahatnya Pak Tegar, ayah Dewi, yang selalu menganiyaya dan tidak pernah menyayangi keluarganya, dan ia malah asyik dengan kesenangan sendiri bersama dengan teman-temannya.
Melihat kejadian itu, Pak Ahmad dan istrinya merasa kasihan dengan keluarga Bu Siti. Maklumlah, sejak pernikahan mereka sampai saat ini, Pak Ahmad dan istrinya belum juga dikaruniai buah hati. Padahal mereka ingin mempunyai anak. Sedangkan yang dikaruniai anak, malah diperlakukan seperti ini.
“ Sudahlah... jangan menangis...” sera istri Pak Ahmad kepada Dewi. Yang merasa kasihan, sejak perjalanan menuju rumah Pak Ahmad sampai perjalanan pulang, Dewi tidak bisa berhenti dari menangisnya. Air mata yang keluar dan membanjiri pipinya ini tidak seperih apa yang dirasakan ibunya saat ini.
            Akhirnya perjalanan yang lumayan jauh dari kediaman Pak Ahmad. Tiba juga dirumah Bu Siti.
            “ Masya’allah....!!!” terkejutlah pasangan suami istri ini. Yang melihat Bu Siti terbaring lemah dilantai dapur, dan disampingnya terdapat Nino, adik Dewi, yang menangis ketakutan.
            “ Pak, sebaiknya Bu Siti sekarang dibawa ke Rumah Sakit...?!” sahut istri Pak Ahmad.
            Dewi, Nino, Pak Ahmad dan Istrinya, lalu membawa Bu Siti ke Rumah Sakit.
            Tak terasa, sudah berjam-jam Bu Siti diperiksa, dan belum ada dokter yang memberitahukan tentang keadaannya.
            Akhirnya yang dinantipun tiba, dokter keluar dan memberitahukan tentang keadaan Bu Siti.
            “ Maaf, Ibu Siti tidak bisa kami selamatkan. Keadaan Bu Siti yang terkena minyak panas membuat dia menjadi lemah. Denyut nadinya juga ikut-ikutan lemah. Sekali lagi anda sekeluarga yang sabar. “
            “ Maksut dokter apa..?!.” tanya Dewi.
            “ Ibu Siti telah meninggal.”
            “ innalilahi wa innailaihi rojiun.”
            Dewi dan Nino seakan tidak percaya dengan kata-kata dari dokter. Mereka sangat sedih, orang yang paling mereka sayang dan selalu menjaga mereka dari tindakan biadap ayahnya, kini sudah terbaring kaku tak berdaya. Mereka sangat terpuruk dengan keadaan yang menimpa mereka sekarang.
            “ Kak, mengapa ibu tinggaalkan kita kak. Aku gak mau kilangan ibu..?!”
            “ Udah jangan bersedih, bapak dan ibu akan menjaga kalian. Kalian jangan menangis terus, nanti ibu kamu tidak tenang dialam sana. Hapus air mata kalian, jika kalian memang sayang pada ibu, doakan ibu kalian supaya tenang disana.” sera Pak Ahmad kepada Dewi dan Nino.
            Jenazah Ibu Siti dibawa pulang dan akan disemayamkan di tempat pemakaman desa. Walau pak Ahmad sudah menasehati Dewi dan Nino, tapi mereka tetap bersedih. Air mata masih membanjiri pipi mereka.

Mereka kini tinggal berdua saja, tidak ada yang melindungi mereka. Orang yang paling mereka sayang sudah tiada. Walaupun mereka masih mempunyai ayah, tapi mereka sudah menganggap, bahwa ayah mereka sudah mati. Mereka sangat membenci ayahnya yang sudah membunuh ibu mereka dan malah asyik kabur tanpa memikirkan keadaan kami disini. “ Buat apa punya ayah, kalau hanya bisa membuat sakit hati.” dalam hati Nino.
Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 4

Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 4

Hari minggupun tiba. Dewi dan Nino membantu ibunya didapur. Mereka biasa membantu mempersiapkan dagangan nasi uduk Ibu Siti. Walaupun mereka masih kecil, dan butuh perhatian orang tua, tapi mereka sadar bahwa ibunya selalu butuh bantuan mereka untuk membantu mempersiapkan dagangannya. Toh, nanti hasilnyakan, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tapi bukan cuma sekedar membantu menyiapkan dagangan ibunya, anak sulung bu Siti ini, juga suka membantu berjualan nasi uduk buatan ibunya. Dewi tidak pernah malu untuk jualan nasi uduk. Walaupun teman sebayanya sering bermain, bersenang-senang dan selalu mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, tapi Dewi tidak pernah iri dengan mereka. Malah, ia selalu mensyukuri nikmat yang telah ia terima.
Dewi dan ibunya selalu berjualan nasi uduk kelilingi desa. Kalau dagangannya belum habis, biasanya bu Siti sering kepasar, dan menawarkan dagangannya kepada pedagang dan pembeli disana.
Sementara itu, ketika mereka sedang mempersiapkan dagangan, terdengar suara Pak Tegar yang memanggil Bu Siti. Sudah ditebak oleh Dewi, kalau kedatangan ayahnya, hanyalah ingin meminta uang pada ibu. Sudah menjadi kebiasanan Pak Tegar meminta jatah hasil dagangan istrinya tersebut. Ibu bagaikan budak dimata ayah, ibu selalu dikendalikan oleh ayah dan selalu mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan.
“ Sit... siti... “ teriak Pak Tegar dari kejauhan.
“ Ada apa mas.” jawab Bu Siti yang menghampiri Pak Tegar.
 “ Sini uangnya, aku butuh uang itu”
“ Ayah ini kenapa, selalu meminta uang dari ibu. Apalagi uangnya itu hanya dibuat untuk bersenang-senang dengan teman ayah. Ayah mbok sadar, ibu butuh uang itu untuk kebutuhan jualannya. Untuk modal. Yah, tolong sekali ini saja, ayah hargai kami, hargai ibu.?!” sela Dewi.
“ Betul mas, apa yang dikatakan dewi. Uang ini untuk modal usaha nasi uduk saya..” sahut Bu Siti.
“ Ya..ya..ya... sekarang, mana uangnya. Saya butuh uang, dan saya gak butuh diceramain...!!!” bentak Pak Tegar.
“ Ayah jahat, ayah gak sayang sama aku, ayah gak sayang sama kakak dan ibu. Ayah jahat..” Ninopun ikut berdebat dalam masalah itu. “ Nino, kamu masuk kamar dulu sana.”  sela Dewi. “ Tapi kak,”
“ Sini uangnya..!!!” bentak Pak Tegar. “ jangan mas, jangan”.
“ Halah, minggir kau...!!!” dorong Pak tTgar kepada istrinya.
Bruuuaakkkkk. Dorongan Pak Tegar kepada Bu Siti mengenai wajan yang berisi minyak panas, dan minyak itu mengenai hampir seluruh tubuh Ibu Siti. Melihat kejadian itu, kedua anak Bu Siti teriak dan panik melihat ibunya terbaring kaku dilantai dapur.
“ Apa yang telah kulakukan, aku membunuh istriku sendiri.” dalam hati Pak Tegar. Melihat istrinya yang terdaring kaku, Pak Tegar kabur meninggalkan kedua anaknya. Dewi dan Nino tidak mengejar ayah mereka yang kabur. Mereka malah senang melihat ayahnya itu kabur dan berharap tidak akan kembali lagi. Mereka muak melihat tingkah ayah yang selalu menyiksa ibu. Memperlakukan ibu dengan sewenang-wenang.
“ Tolong... tolong...” teriak Dewi dan Nino yang ketakutan.
Dengan muka dan hati yang panik dan ketakutan. Dewi mencoba untuk mencari bantuan, Dewi bingung mau mencari bantuan kenama, hanya Pak Ahmad dan istrinya yang paling dekat dengannya. Akhirnya Dewi memutuskan untuk meminta bantuan Pak Ahmad.
“ Dek, kamu jaga ibu duluya. Kakak mau pergi kerumah Pak Ahmad, kakak mau minta bantuan Pak Ahmad. Kamu jaga ibu baik-baikya,.?!” sahut Dewi kepada adiknya sambil berlinang air mata yang membasahi pipinya. “ Cepat kak, aku gak mau kalau ibu kenapa-napa....?!!!”.

Dewi langsung bergegas pergi kerumah Pak Ahmad. Dengan terburu-buru tapi pasti. Dewi hanya berharap, semoga Pak Ahmad mau menolongnya.

Kategori

Kategori