Penindasanmu, Takkan Hilang Dalam Hidupku Ep 4

Hari minggupun tiba. Dewi dan Nino membantu ibunya didapur. Mereka biasa membantu mempersiapkan dagangan nasi uduk Ibu Siti. Walaupun mereka masih kecil, dan butuh perhatian orang tua, tapi mereka sadar bahwa ibunya selalu butuh bantuan mereka untuk membantu mempersiapkan dagangannya. Toh, nanti hasilnyakan, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Tapi bukan cuma sekedar membantu menyiapkan dagangan ibunya, anak sulung bu Siti ini, juga suka membantu berjualan nasi uduk buatan ibunya. Dewi tidak pernah malu untuk jualan nasi uduk. Walaupun teman sebayanya sering bermain, bersenang-senang dan selalu mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya, tapi Dewi tidak pernah iri dengan mereka. Malah, ia selalu mensyukuri nikmat yang telah ia terima.
Dewi dan ibunya selalu berjualan nasi uduk kelilingi desa. Kalau dagangannya belum habis, biasanya bu Siti sering kepasar, dan menawarkan dagangannya kepada pedagang dan pembeli disana.
Sementara itu, ketika mereka sedang mempersiapkan dagangan, terdengar suara Pak Tegar yang memanggil Bu Siti. Sudah ditebak oleh Dewi, kalau kedatangan ayahnya, hanyalah ingin meminta uang pada ibu. Sudah menjadi kebiasanan Pak Tegar meminta jatah hasil dagangan istrinya tersebut. Ibu bagaikan budak dimata ayah, ibu selalu dikendalikan oleh ayah dan selalu mendapatkan perlakuan yang tak menyenangkan.
“ Sit... siti... “ teriak Pak Tegar dari kejauhan.
“ Ada apa mas.” jawab Bu Siti yang menghampiri Pak Tegar.
 “ Sini uangnya, aku butuh uang itu”
“ Ayah ini kenapa, selalu meminta uang dari ibu. Apalagi uangnya itu hanya dibuat untuk bersenang-senang dengan teman ayah. Ayah mbok sadar, ibu butuh uang itu untuk kebutuhan jualannya. Untuk modal. Yah, tolong sekali ini saja, ayah hargai kami, hargai ibu.?!” sela Dewi.
“ Betul mas, apa yang dikatakan dewi. Uang ini untuk modal usaha nasi uduk saya..” sahut Bu Siti.
“ Ya..ya..ya... sekarang, mana uangnya. Saya butuh uang, dan saya gak butuh diceramain...!!!” bentak Pak Tegar.
“ Ayah jahat, ayah gak sayang sama aku, ayah gak sayang sama kakak dan ibu. Ayah jahat..” Ninopun ikut berdebat dalam masalah itu. “ Nino, kamu masuk kamar dulu sana.”  sela Dewi. “ Tapi kak,”
“ Sini uangnya..!!!” bentak Pak Tegar. “ jangan mas, jangan”.
“ Halah, minggir kau...!!!” dorong Pak tTgar kepada istrinya.
Bruuuaakkkkk. Dorongan Pak Tegar kepada Bu Siti mengenai wajan yang berisi minyak panas, dan minyak itu mengenai hampir seluruh tubuh Ibu Siti. Melihat kejadian itu, kedua anak Bu Siti teriak dan panik melihat ibunya terbaring kaku dilantai dapur.
“ Apa yang telah kulakukan, aku membunuh istriku sendiri.” dalam hati Pak Tegar. Melihat istrinya yang terdaring kaku, Pak Tegar kabur meninggalkan kedua anaknya. Dewi dan Nino tidak mengejar ayah mereka yang kabur. Mereka malah senang melihat ayahnya itu kabur dan berharap tidak akan kembali lagi. Mereka muak melihat tingkah ayah yang selalu menyiksa ibu. Memperlakukan ibu dengan sewenang-wenang.
“ Tolong... tolong...” teriak Dewi dan Nino yang ketakutan.
Dengan muka dan hati yang panik dan ketakutan. Dewi mencoba untuk mencari bantuan, Dewi bingung mau mencari bantuan kenama, hanya Pak Ahmad dan istrinya yang paling dekat dengannya. Akhirnya Dewi memutuskan untuk meminta bantuan Pak Ahmad.
“ Dek, kamu jaga ibu duluya. Kakak mau pergi kerumah Pak Ahmad, kakak mau minta bantuan Pak Ahmad. Kamu jaga ibu baik-baikya,.?!” sahut Dewi kepada adiknya sambil berlinang air mata yang membasahi pipinya. “ Cepat kak, aku gak mau kalau ibu kenapa-napa....?!!!”.

Dewi langsung bergegas pergi kerumah Pak Ahmad. Dengan terburu-buru tapi pasti. Dewi hanya berharap, semoga Pak Ahmad mau menolongnya.


EmoticonEmoticon