Seminggu
semenjak kepergian Ibu Siti, hari-hari Dewi dan Nino terasa hampa. Mereka masih
memikirkan ibunya, masih banyak kenangan tentang ibu didalam benak mereka yang
tak bisa hilang begitu saja. Karena didalam rumah itu, mereka sering bercanda
tawa dan melakukan segala aktifitas bersama, seperti menyiapkan dagangan nasi
uduk milik Ibu. Hari yang biasanya dilakukan bersama ibu, kini hanya bisa
dilakukan bersama kenangan yang menyakikan. Hidup ini bagaikan mimpi yang
sangat buruk dan tak pernah ada ujungnya.
Tiba-tiba
Pak Ahmad dan istrinya datang kerumah Dewi dan Nino, mereka ingin supaya Dewi
dan Nino tinggal bersama mereka. Mereka kasihan melihat Dewi dan Nino tinggal
sendirian tanpa ada orang dewasa yang melindungi mereka. Mereka juga menawarkan
pendidikan yang layak, seperti yang diketahui, Dewi putus sekolah gara-gara ia
ingin membantu ekomoni keluarganya, sedangkan Nino masih sekolah. Dewi tidak
ingin melihat adik kandungnya, bernasip sama dengan dirinya.
“
Jadi gimana, kalian maukan tinggal bersama ibu.?”
“
Iya, kalian sudah kami anggap seperti anak kandung kami sendiri.”
Pak
Ahmad dan istrinya ingin menjadikan mereka sebagai anak kandungnya, walaupun
mereka tidak lahir dari rahim istri Pak Ahmad, tapi mereka sudah menganggam
Dewi dan Nino sebagai anak kandung mereka.
Dengan
malu-malu, Dewi dan Nino menerima tawaran dari Pak Ahmad dan istrinya. mereka
kemudian bersiap-siap untuk pergi kerumah barunya dan bersama keluarga baru
yang sangat menyayangi mereka.
Hari
demi hari mereka jalani dengan gembira dan penuh dengan kasih sayang. Walaupun
mereka bahagia, tapi mereka masih menyimpan rasa trauma yang sangat mendalam
tentang kejadian yang menimpa mereka. Mereka sadar, bahwa kejadian itu hanyalah
cobaan dari Tuhan. Tapi, cobaan yang menimpa mereka amatlah sangat berat, dan
juga kejadian itu yang membuat ibu mereka meninggal.
EmoticonEmoticon